Selasa, 21 Oktober 2008

artikel

Home


Redaksi


Contact Us


Buku Tamu




RUBRIK

Utama
Ekonomi
Hiburan
OlahRaga
Metropolis
Kota
Editorial
Liputankhusus
Nasional

RADAR

Sambas
Sanggau
Pinyuh
Sintang
Singkawang
Ketapang
Bengkayang

AGAMA

Hindu
Islam
Buddha
KongHuCu
Resensi
Protestan
Khatolik

KOLOM

Forum Diskusi
SuratPembaca
Opini
Tokoh
Konsultasi
Canda
Edukasi
Apresiasi
Bekelit
X-presi
Techno
Otomotif
Seluler
Game Anime
Kesehatan
Perjalanan
Konsultasi Kanker
Pilkada
Lensa &Sosok
KonsultasiPajak


Rabu, 22 Oktober 2008



Kirim Artikel Print Artikel

Sabtu, 13 September 2008
Gaji Guru (Negeri) Rp 2 Juta
Oleh : Y Priyono Pasti


“INI BARU BERITA”, demikian komentar sejumlah teman penulis guru negeri ketika membaca berita tentang wacana gaji minimal guru jadi Rp 2 juta yang akan berlaku mulai tahun 2009. Seperti yang diungkap harian Kompas (10/9), untuk meningkatkan kesejahteraan guru (dan dosen negeri), pemerintah mulai tahun 2009 meningkatkan penghasilan guru dan dosen golongan terendah minimal Rp 2 juta per bulan. Penghasilan tersebut belum termasuk dengan kenaikan kesejahteraan yang berkisar 14-15 persen dari gaji pokok.

Untuk guru non-negeri yang terdaftar di Departemen Pendidikan Nasional maupun di Departemen Agama, pemerintah memberikan kenaikan subsidi tunjangan dengan besaran yang berbeda sesuai dengan tingkat pendidikannya. Guru non sarjana mendapat tambahan tunjangan Rp 50.000 per bulan dan yang strata 1 (S-1) mendapat tunjangan Rp 100.000 per bulan. Di tengah situasi dan kondisi kehidupan guru yang memprihatinkan saat ini, wacana tentang gaji minimal guru Rp 2 juta per bulan tersebut merupakan berita yang sangat menggembirakan dan patut disambut antusias oleh para guru. Bagaimana pun, itu adalah bukti betapa pemerintah tetap berupaya keras untuk memperbaiki nasib guru- para pahlawan tanpa tanda jasa ini.

Pemerintah, di tengah segala persoalan bangsa yang tengah dihadapinya, tetap memberikan komitmennya untuk memperbaiki nasib dan meningkatkan kesejahteraan guru. Ini mengingat betapa pentingnya peran guru dalam ikut mencerdaskan anak-anak bangsa negeri ini. Harapannya kebijakan “kemanusiaan guru” ini dapat memberikan andil signifikan dalam mendongkrak kualitas kehidupan ekonomis guru. Citra guru yang selama ini dipandang hanya sekedar pekerja suara yang berangkat pagi pulang siang bahkan sore/malam hari tetapi miskin finansial dapat dipupus.

Guru tidak lagi menjadi potret Oemar Bakri, si wagu tur kuru, yang penghasilannya jauh dari kepantasan. Sebaliknya, melalui peningkatan penghasilan yang minimal Rp 2 juta itu, status ekonominya menjadi lebih baik. Profesi guru sungguh menjadi profesi yang diimpikan. Statusnya kian membanggakan. Berkaitan dengan wacana kemanusiaan peningkatan kesejahteraan guru tersebut, agar implementasi dari komitmen pemerintah dapat berdaya guna dan berhasil guna, ada sejumlah catatan yang ingin penulis sampaikan.

Pertama, guru harus memiliki kualifikasi, kompetensi, dan integritas yang tinggi sebagai guru. Guru tidak boleh menjadi alat legitimasi kekuasaan, hanya menjadi sekrup-sekrup yang hanya berfungsi bila digerakkan oleh tangan-tangan manusia, tetapi harus menjadi guru-guru yang kreatif, proaktif-inovatif, kritis, berwawasan, berdaya, baik untuk memberdayakan dirinya sendiri maupun para muridnya. Kedua, guru harus menjadi sosok-sosok yang brilian. Mereka harus pintar, bersemangat, rajin membaca, menulis, suka bergaul, memiliki keingintahuan (curiosity) yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan, punya hasrat untuk mengembangkan dan memberdayakan diri, memiliki cakrawala dan relasi yang luas.

Ketiga, rekruitmen dan standar penerimaan guru harus diperketat dan bebas KKN. Guru yang diterima hanyalah guru-guru yang sungguh-sungguh bermutu, bermoral, berwatak, dan mempribadi sehingga mereka layak dibayar tinggi. Dengan demikian upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan secara bertahap dapat diwujudkan. Keempat, guru harus dihayati sebagai panggilan hidup. Menjadi guru hanya karena keterpaksaan ketika tidak bisa diterima bekerja di sektor lain yang lebih menjanjikan harus dihindari di jagat pendidikan kita. Ini penting, mengingat jadi guru karena terpaksa, ia tidak memiliki motivasi untuk maju, tidak bersemangat, ogah-ogahan, tidak kreatif, tidak produktif, dan tidak akan melakukan inovasi baru. Hasilnya, efektivitas dan optimalisasi pembelajaran rendah, bahkan tidak bermutu. Sebaliknya, menjadi guru karena panggilan hidup akan membuat guru tersebut diliputi suasana senang, suka cita, dan perasaan optimisme yang besar. Guru menjadi lebih kreatif, proaktif, selalu mencari atau menemukan sesuatu yang baru dalam proses fasilitasinya. Dengan demikian, proses pembelajaran menjadi lebih bermutu dan bermakna.

Kelima, guru harus diminta untuk menginvestasikan sebagian penghasilannya untuk pengembangan dan pemberdayaan profesinya sebagai guru berkaitan dengan kenaikan gajinya yang sangat signifikan itu. Meminjam pendapat Darmaningtyas, selain pengeluaran konsumtif, guru juga ‘dipaksa’ untuk pengeluaran-pengeluaran yang dapat meningkatkan kapasitasnya sebagai seorang guru yang mumpuni. Guru diwajibkan untuk membeli buku-buku bermutu, berlangganan koran/majalah (baik berbahasa Indonesia maupun berbahasa asing), mengikuti pertemuan-pertemuan, diskusi-diskusi, seminar, lokakarya, kursus-kursus untuk meningkatkan kemampuan fasilitasi, kemampuan berbahasa dan menulisnya, serta menonton film, pameran bermutu untuk meningkatkan kemampuan apresiasi seni dan imajinasi mereka.

Dengan demikian, wawasan guru akan menjadi luas, jiwa/emosinya menjadi semakin matang, sikapnya menjadi semakin bijak dan arif dalam menghadapi berbagai persoalan serta mampu memberikan inspirasi kepada para muridnya untuk terus berprestasi. Itulah diantaranya (mungkin masih banyak lagi) sejumlah catatan yang hemat penulis penting untuk dipahami, dihayati, dan dilakukan guru dan pihak-pihak yang berkepentingan dijagat pendidikan agar kenaikan gaji itu berbanding lurus dengan perbaikan dan peningkatan kualitas pendidikan. Semoga!



* Penulis,Kepala SMA Santo Fransiskus Asisi Pontianak - Kalimantan Barat.





[ Kembali ] [ Atas ]

Komentar ( ) Isi Komentar Ketentuan

Pencarian Berita

AllAny
Kategori
Semua Kategori Utama Sambas Sanggau Ekonomi Hiburan OlahRaga Metropolis Kota Pinyuh Sintang Singkawang SuratPembaca Khatolik Protestan Resensi Opini KongHuCu Buddha Ketapang Tokoh Editorial Islam Konsultasi Canda Edukasi Apresiasi Bekelit X-presi Techno Hindu Otomotif Seluler Game Anime Kesehatan Liputankhusus Perjalanan Konsultasi Kanker Pilkada Lensa &Sosok KonsultasiPajak Bengkayang Nasional


Komunitas
Iklan Baris
Berita Duka Cita
Lowongan Kerja
Opini
• Berebut Selubung Kezaliman
• Tradisi Minta Ridha (Dalam Perspektif Tasawuf)
• Pesan Moral Perintah Ibadah Puasa
• Guru Bisa Mencapai Guru Besar
• Kecewa di Bulan Ramadhan
• Pemenang Pilkada
• Revolusi Pendidikan Formal
• Belajar ”Ilmu Malu”
• Perlunya Kecerdasan Emosional & Spriritual Anak Didik
• Upaya Membangun Kubu Raya Sebagai Kabupaten




Copyright © 2002 Pontianak Post

Tidak ada komentar: